Mengingat
hasil akhir pada saat wisuda, tersirat dalam dalam pikir saya. Betapa
tangguhnya saya bisa melewati hal tersebut. Dari hal pertama kali masuk kuliah,
apakah bisa seorang yang kuper di
sekolahnya dengan nilai yang pas-pasan dan tak berniat kuliah dulunya, bersaing
dengan orang orang yang tangguh nan cerdas?
Pikiran
itu sempat menggangguku diawal. Risih dengan keadaanku yang pas-pasan. Lihat
orang sana sini, semuanya serba WAH. Gadget gadgetnya digunakan mereka luar
biasa. Apakah mereka mau berteman dengan saya yang tak sama sepertti mereka?
Di
awal selain itu juga, semua orang pasti berkubu-kubu dengan orang yang sedaerah
dengan mereka. Lebih menonjolkan kelebihan mereka. Dengan bahasa dan logat
bahasa yang asing ditelingaku. Dari Cirebon, Sumedang, Garut, Ciamis, Kuningan,
Purwokerto, bahkan Solo. Tak ada satu kalimatpun yang dihapal dan menempel di
kepala saya bahasa mereka. Entah mengapa, saya tidak suka. Tetapi, diantara
teman teman saya, ada juga yang menempel dan terus bersama karena latar
belakang domisili yang sama. Namun berjalannya dengan waktu saya juga sama
dengan mereka.
Saya
lebih cenderung dekat dengan teman yang sedaerah. Teman yang tak memiliki kost,
teman yang selalu pulang pergi saat kuliah. Kami awalnya bertujuh, tapi yang
dua lebih condong dengan yang lain. Yang lebih kekinian dan factor lain yang
saya tidak tahu.
OK. Berarti sekarang sisa 5.
Pertama, adalah sosok perempuan berkacamata,
yang super dewasa, yang wawasan umumnya selalu kekinian dan tak pernah
ketinggalan, dengan basic IT yang luar biasa, galaknya juga luar biasa, dan
dengan umur yang lebih tua setahun dari kami. Dia adalah Sani Sari Fujiani.
Kedua, adalah sosok lembut, yang jago bermain
piano, yang jago Bahasa Inggrisnya, suka sekali apapun yang berhubungan dengan
Korea, sosok gadis yang sagat apik dalam segala hal (apakah sampai sekarang
tutup kaca laptopnya bleum dibuka? haha). Ini dia Ida SIti Fatimah
Sosok yang ketiga, adalah sosok perempuan bawel yang kalau bicara tidak bisa
diberhentikan yang mana kalau dia bicara cukup direspon “iya”, pecinta Paris,
Francis, pramuka sejati, sosok yang so bisa padahal gak (hahaha), orang sunda
yang hidup di Jawa. Inilah Titin Komalasari
Keempat, sosok laki-laki yang yang dari jauh
tampak seperti dewasa pdahal aslinya kagak dewasa, perawakan tinggi besar
putih, pembalap sejati di jalan raya. (hanya segitu yang saya tahu tentang dia,
karena tidak begitu akrab). Dia adalah Eka Bagus P.
Dan yang terakhir adalah sosok jejaka yang suka teriak-teriak gak jelas di
motor dengan lagunya, pecinta anime, yang pernah menjadi KM di kelas karena
terpaksa, anggota BEM selama 3 tahun. Itulah saya, Ristu Rustandi.
Tapi itulah mereka yang menuntun saya
untuk mengeluarkan potensi yang dipunya. Tanpa merekalah saya bukan apa apa,
saya tidak bisa bersaing, tanpa mereka juga saya tidak ada yang percaya pada
saya. Saya bangga dengan mereka. Dengan mereka saya selalu berbagi suka dan
duka mengenai hal kecil, besar, bahkan hal yang tak berguna sekalipun. Mereka
jugalah yang tak memandang seseorang dari fisik dan materi yang berlebih,
mereka lebih welcome. Hal yang bisa membuat saya menjadi lebih baik, lebih
dewasa, lebih mampu menghargai pendapat orang lain, lebih bertambah sabar.
Sedikit
demi sedikit semuanya. terjawab, ternyata persahabatan itu berawal dari hal
yang sepele, yaitu tidak punya tempat kost dan selalu pergi pulang muju kampus,
maka dari itu kami membuat Grup Ilegal yang bernama Localicious.
1 komentar:
scout is on my blood ;)
Posting Komentar