Cerita
ini dimulai saat hari H, Hari Raya Idul Fitri atau yang disebut dengan Lebaran.
Kondisinya seperti ini, ada kunjungan dari sanak saudara yang menyempatkan diri
untuk saling melebarkan silaturahmi dan tuntutan kami melebarkan pintu rumah
kami, melebarkan toples-toples makanan kami, serta melebarkan dompet para orang
tua untuk para bocah-bocah luar biasa.
Kunjungan
hanya berlangsung beberapa menit saja, karena ada urusan yang tak terduga dari
sang penamu, tetapi hasilnya “waw”. Rencana mendadak kunjungan saudara di
Sumedang.
Dalam
hati saya, sudah sangat menolak keputusan ini. Tapi seluruh anggota keluarga
mengiyakan untuk berangkat ke sana. Dan keesokan harinya, di pagi hari nan
cerah dan dingin berangkatlah kami menuju tempat tujuan.
Tersewalah sebuah
mobil sejuta umat berwarna hijau. Dan seperti biasa, kursi depan menjadi tempat
andalan saya. Tempat duduk itu adalah sebagian alat untuk menyelamatkan saya
selama berkendaraan ke manapun itu tujuannya, selain alunan nada-nada indah di
earphone yang menancab keras di telingaku.
Dengan
segala perlengkapan dan persiapan yang dilakukan semua anggota keluarga. Kurang
lebih pukul 08.00 WIB berangkatlah kami dengan senang hati. Dengan moodbuster
yang telah disiapkan oleh masing-masing anggota keluarga. Perjalanan terasa
indah karena bukan hanya keluarga kami saja yang ada dalam kendaraan tersebut,
ada juga sanak saudara lain juga. Perjalananpun dimulai.
15
menit perjalanan masih dengan Full Power Moods, lama, lama, lama, lama,
dan semakin lama. Turunlah mood bepergian saya. Tahu mengapa? Coba pikirkan
sejenak! H+1 Lebaran di jalanan seperti apa? Sudah dibayangkan? Sudah mulai
terjawab?
Ya
benar, itu jawabannya. Kemacetan dan cuaca panaslah yang membuat saya bosan di
kendaraan itu. Ingin rasanya saya meloncat turun dari sana. Berpikir berpikir
dan terus berpikir sepanjang perjalanan itu. Suasana di dalam sana sudah
seperti tempat ruangan sauna dengan temperatur yang super panas, tanpa
ventilasi udara, dan ditemani orang-orang dengan lelucon yang beraksi memberikan
lelucon super kriuk ala kerupuk melarat. Kebayang kan!
Ok.
Fix. Sekitar 09.30 saya turun
Jatinangor, pertigaan sebelum Cikuda. Tanpa pikir panjang. Kuucapkan pada ibu, “saya pamit, saya turun, saya tidak jadi ikut. “ akhirnya pulang ke rumah menuju kotak mimpi
idaman.
Bosan
tidur terus, persegi bersinar bersuara adalah sasaran selanjutnya. Adapun kisah
inspiratif yang didapat. Pertama, Mama sayang Allah (lupa jupa judul) kisah
seorang guru yang bertekad membantu semua anak, bagaimanapun kondisi anak
tersebut. Yang terpenting ada proses pembelajaran yang membuatnya lebih baik.
Kedua,
La Tahdzan, kisah sepasang kekasih yang memimpikan Jepang sebagai tujuan hidup
mereka, karena Jepanglah mereka berpisah dan karena Jepang pulalah mereka
melanjutkan hubungan mereka.
Ketiga,
Wanita Tetap Wanita. Kisah para wanita dengan segala kesibukan dan cerita
cintanya.
Terima
kasih hari ini.
Rencana
itu ada kalanya harus dipikirkan sangat teliti. Harus mempertimbangkan segala
hal yang mendukung 100%, 95%, 90%, bahkan sampai 1% keberhasilannya sekalipun. #Ristu (Rancaekek, 30 Juli 2014, 00:15)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar